Salam Ta'aruf

Allah telah membuktikan firmannya :
"Qul Hal Yastawilladzina Ya'lamuna wal Ladzina la Ya'lamuun"....
ayat tersebut merupakan anjuran kepada manusia agar supaya kita menjadikan ILMU sebagai sesuatu yang paling berharga dan tameng dalam hidupnya.
dengan Ilmu manusia bisa menggapai segala-galanya, dengan ilmu manusia bisa meraih apa yang dicita-citakannya, dengan ilmu manusia mampu menerobos angkasa, dan masih banyak lagi.
Allah menjamin dengan Jaminan yang Pasti, bahwanya terdapat perbedaan yang sangat besar antara orang yang berilmu dan tidak berilmu, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya. begitu juga dalam menghadapi dan menyelesaikan sebuah permasalahan. orang berilmu menggunakan ilmu sebagai paradigma atau "pisau analisnya" melalui akal yang diberikanNya, sedangkan orang yang tidak berilmu mengambil cara pintas, dengan tanpa menganilasa sebab dan akibat yang akan ditimbulkannya.
Subhanallah, ternyata mahligai Ilmu dapat diraih dengan tafakkur, tadabbur, sehingga membawa manusia kepada kebahagian lahir dan batin yang menjadi idaman setiap manusia yang hidup di muka bumi ini.
Ingin bahagia lahir batin, dan dunia akhirat... dapatkan...carilah Ilmu....
Ingat.... Ilmu Allah sangat luas

Inovasi Pembelajaran di Madrasah


PENGEMBANGAN INOVASI PEMBELAJARAN DI MADRASAH

A.      Pendahuluan
Seiring dengan lahirnya reformasi dan diundangkannya Undang-Undang Otonomi Daerah No.22 tahun 1999 yang mengubah segala peraturan dari yang bersifat sentaralisi (top down) menjadi desentralisasi. Pusat telah memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri demi membangun daerahnya masing-masing.
Upaya desentralisi, khususnya di bidang pendidikan atau otonomi sekolah dengan segala peraturan yang dibuatnya tanpa ada intervensi yang terlalu mendalam dari pusat, sebenarnya telah lama diperjuangkan oleh masyarakat pendidikan. Pasalnya, sistem sentralisasi dirasa sudah tidak relevan untuk konteks Indonesia kekinian yang sekarang penduduknya lebih kompleks. Karena itu, otonomi pendidikan sudah sepantasnya diterapkan jika pendidikan di Indonesia ingin lebih maju dan setara dengan negara yang maju dan dapat diterima oleh mereka.
Dengan adanya desentralisasi pada lembaga pendidikan, sekolah dipacu untuk mengembangkan sekolahnya dengan lebih leluasa ke arah yang lebih baik. Di samping itu, desentralisasi merupakan tantangan baru bagi sekolah terutama yang telah terkena candu dinina bobokkan oleh pemerintah, seperti sekolah-sekolah negeri yang baru. Pihak sekolah kini dituntut untuk membuat kurikulum, peraturan yang sesuai dengan kultur, keinginan sekolah dan dilaksanakan oleh sekolah sendiri, sehingga meminimalisisr terhadap campur tangan pusat.
Pemberian dan berlakunya otonomi pendidikan di daerah memiliki nilai strategis bagi daerah untuk berkompetisi dalam upaya membangun dan memajukan daerah-daerah di seluruh nusantara, terutama yang berkaitan langsung dengan sumber daya manusia dan alamnya dalam mendobrak kebekuan dan stagnasi yang dialami dan melingkupi masyarakat selama ini. Begitu juga dengan adanya desentralisasi pendidikan, pemerintah daerah baik tingkat kabupaten atau pun kotamadya dapat memulai peranannya sebagai basis pengelolaan pendidikan dasar. Di tingkat propinsi dan kabupaten akan diadakan lembaga non structural yang melibatkan masyarakat luas untuk memberikan pertimbangan pendidikan dan kebudayaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerahnya.
Dari sini daerah dituntut semaksimal mungkin untuk berupaya mandiri dalam mengurus rumah tangganya di bidang pendidikan, sehingga pendidikan yang dilaksanakan menjadi berkualitas dan bermutu sesuai dengan harapan semua pihak. 
Untuk dapat mencapai sistem pendidikan dan pengajaran yang baik di sekolah diperlukan adanya pembaharuan dan inovasi yang dilakukan oleh seluruh unsur pendidikan  dengan mengikuti perkembangan IPTEK dan tuntutan kebutuhan masyarakat yang bertahap. Pembaharuan pendidikan tersebut diperlukan agar pelayanan yang diberikan sekolah tetap up to date.
Sebagai orang yang peling bertanggung jawab terhadap perkembangan dan pertumbuhan peserta didik, Guru dituntut untuk terus melakukan inovasi dalam system pembelajarannya, agar supaya materi yang disampaikan kepada peserta didik dapat diterima dengan baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Mengingat pentingnya sebuah inovasi dalam pengembangan system pembelajaran di sekolah, maka guru setidaknya harus memahami tentang pendekatan yang akan digunakan oleh guru terkait dengan penyampaian materi ajar. Pendekatan yang paling tepat – disamping pendekatan yang lain – dalam hal ini adalah pendekatan cooperative learning, yang memberikan kesempatan lebih besar kepada peserta didik untuk belajar secara bersama, tersistematis dan terarah.
Berangkat dari hal tersebut, maka dalam hal ini akan dibahas tentang; (1) bagaimana tugas dan tanggung jawab guru dalam proses belajar mengajar di kelas ?, (2) strategi apa yang dilakukan oleh guru dalam melakukan inovasi pembelajaran di kelas guna mencapai terhadap tujuan pembelajaran ?







B.       Tugas dan Tanggung Jawab Guru di Sekolah
1.      Pengertian Guru
Guru adalah individu yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan, oleh karena itu pendidik adalah orang yang bertanggung jawab dalam pribadi anak. 
Sedangkan menurut Hadari Nawawi (1982:123), menyatakan bahwa guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.
Jadi guru bukan hanya sekedar orang yang berdiri dimuka kelas untuk menyampaikan materi tertentu, akan tetapi anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa kreatif mengarahkan pada perkembangan anak didiknya menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.
2.      Tugas dan Tanggung Jawab Guru di Sekolah
Tugas guru sebagai pengajar berarti guru harus mempunyai kemampuan untuk mentransfer sejumlah disiplin ilmu pengetahuan untuk disampaikan kepada siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Dengan kata lain mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ketrampilan pada diri siswa yang mana guru di tuntut untuk mampu mengakomodasikan minat dan kebutuhan siswa.
Moh. Uzer Usman (1999 : 6) bahwa tugas guru dibagi menjadi tiga kelompok, yakni tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Dalam tugasnya sebagai pendidik, guru harus memiliki kemampuan untuk menanamkan seperangkat norma dan sistem nilai kepada siswa baik dalam hubungannya sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Ini berarti bahwa dalam aspek afektif, segala ucapan dan perbuatan guru adalah cermin bagi siswa.
Tugas dan peran guru tidaklah terbatas di dalam masyarakat, bahkan guru pada hakikatnya merupakan komponen strategis yang memiliki peranan yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupsn bangsa.
Terkait dengan tugas guru, Zuhairini dkk,(1983: 35), mengatakan bahwa tugas guru atau pendidik agama Islam adalah sebagai berikut:
a.       Mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam.
b.      Menanamkan keimanan dalam jiwa anak.
c.       Mendidik anak agar taat menjalankan agama.
d.      Mendidik anak agar berbudi pekerti yang mulia.
Sedangkan tanggung jawab guru selalu berhubungan dalam tugasnya. Tugas seorang guru adalah mengajar, melatih, membimbing, dan mendidik.
Piet A. Sahertian dan Ida Aleina S. (1992:40) mengutip pendapatnya Wiggens, mereka menjelaskan bahwa tanggung jawab guru bukan saja di sekolah, tapi juga di luar sekolah. Mereka menjelaskan bahwa guru juga bertanggung jawab dalam memberi petunjuk terhadap anak dalam menggunakan waktu luang, tanggung jawab kehidupan moral atau kehidupan religius di keluarga nyaman, terhadap tempat-tempat yang wajar dikunjungi, terhadap aktifitas kemasyarakatan dalam berbagai bentuk dan terhadap sesama di mana siswa berhubungan.
Nana Sujana (1991:15) mengutip pendapatnya Amstrong, bahwa ia membagi tanggung jawab guru menjadi lima kategori yaitu:
a.       Tanggung jawab pengajaran.
b.      Tanggung jawab dalam memberikan bimbingan.
c.       Tanggung jawab dalam mengembangkan kurikulum.
d.      Tanggung jawab dalam mengembangkan profesi.
e.       Tanggung jawab dalam membina hubungan  dengan masyarakat.  .
Menurut Cece dan Tabrani (1992:19)tanggung jawab guru antara lain:
a.         Tanggung jawab moral, yakni setiap guru harus memiliki kemampuan menghayati perilaku dan etika yang sesuai dengan moral pancasila dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
b.         Tanggung jawab dalam bidang pendidikan di sekolah, yakni setiap guru harus menguasai cara belajar mengajar yang efektif, mampu membuat satuan pelajaran, mampu dan memahami kurikulum dengan baik, mampu mengajar di kelas, mampu memberikan nasehat, menguasai teknik-teknik pemberian bimbingan dan layanan, mampu membuat dan melaksanakan evaluasi dan lain-lain.
c.         Tanggung jawab guru dalam bidang kemasyarakatan, yaitu turut serta menyukseskan pembangunan dalam masyarakat, yakni untuk itu guru harus mampu membimbing, mengabdi dan melayani masyarakat.
d.        Tanggung jawab guru dalam bidang keilmuan, yakni guru selaku ilmuwan bertanggung jawab dan turut serta memajukan ilmu, terutama ilmu yang telah menjadi spesialisasinya, dengan melaksanakan penelitian dan pengembangan.
3.      Target Pencapaian Pembelajaran PAI
Setiap upaya yang dilakukan oleh manusia pasti memiliki tujuan dan target pencapain. Adapun target pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh guru meliputi ;
a.        Ranah cipta (kognitif), yang meliputi :
1)        Pengamatan, indikator: dapat membandingkan, dan dapat menghubungkan.
2)        Ingatan, indikator: dapat menyebutkan dan dapat menunjukkan kembali.
3)        Pemahaman, indikator: dapat menjelaskan dan mendefinisikan dengan lisan sendiri.
4)        Aplikasi atau penerapan, indikator: dapat memberikan contoh dan menggunakan secara tepat.
5)        Analisis (pemeriksaan dan pemilahan secara teliti), indikator: dapat menguraikan dan mengklasifikasikan atau memilah-milah.
6)        Sintesis (membuat paduan baru dan utuh), indikator: dapat menghubungkan, menyimpulkan dan dapat menggeneralisasikan (membuat prinsip umum).
b.        Ranah rasa (afektif) yang meliputi:
1)        Penerimaan, indikator: menunjukkan sikap menerima, dan menunjukkan sikap menolak.
2)        Sambutan indikator kesediaan berpartisipasi atau terlibat dalam kesediaan memanfaatkan.
3)        Apresiasi (sikap menghargai) indikator: menganggap penting dan bermanfaat, menganggap indah dan harmonis, dan mengagumi.
4)        Internalisasi (pendalaman) indikator: mengakui dan menyakini, mengingkari.
5)        Karakterisasi (penghayatan) indikator: melembagakan atau meniadakan, menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari.
c.         Ranah karsa (Psikomotor) yang meliputi:
1)        Ketrampilan bergerak dan bertindak meliputi kecakapan mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya.
2)        Kecakapan ekspresi verbal dan non verbal, indikator: kefasihan melafalkan atau mengucapkan dan kecakapan membuat mimik dan gerakan jasmani (Muhibbin Syah, 1999:193).

C.      Guru dan Pengembangan Inovasi Pembelajaran di Sekolah
1.         Pengertian Inovasi
Secara harfiyah, Inovasi berasal dari bahasa Inggris yang berarti innovation, artinya adalah baru, segala hal yang baru atau pembaharuan. Sedangkan secara istilah, inovasi diartikan sebagai sebuah upaya untuk mengadakan perubahan-perubahan (make changes) dan memperkenalkan sesuatu yang baru (introduce new thing). (Rhoviq, 1982 : 125).
Menurut Sulthon dapat diartikan sebagai suatu ide, barang, kejadian, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang atau masyarakat, baik itu berupa invensi atau discovery. Inovasi dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah tertentu. Sedangkan Menurut Slamet Inovasi merupakan suatu proses kreatif dalam mengubah input, proses, output agar dapat sukses dalam menanggapi dan mengantisipasi perubahan-perubahan internal dan eksternal sekolah.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa inovasi memiliki makna sebagai berikut :
a)      Baru dapat diartikan apa saja yang belum dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh penerima inovasi.
b)      Inovasi dalam istilah kualitatif berarti kemungkinan, adanya organisasi atau pengaturan kembali unsur-unsur pendidikan, bahkan sekedar pengumpulan atau penambahan dari unsur-unsur yang sudah ada.
c)      Sesuatu yang diinovasikan pada hakikatnya adalah ide atau rangkaian ide, inovasi bercorak mental.
d)     Inovasi dapat bermakna perubahan ke arah yang lebih baik.
e)      Kemampuan disini dimaksudkan kemampuan sumber-sumber tenaga, uang dan sarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi.
Sebagai upaya yang menuju kepada arah konstruktif, Inovasi merupakan perubahan sosial yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Drucker menyatakan bahwa inovasi merupakan perubahan sosial yang dinyatakan dalam empat dimensi inovasi, yaitu proses kreatif, adanya perubahan, mengarahkan kepada pembaharuan dan memiliki nilai tambah.
Dari berbagai macam pengertian inovasi di atas dapat di ambil suatu benang merah bahwa dalam istilah inovasi terkandung sesuatu yang baru, baik itu pembaharuan, penerimaan ide atau sesuatu yang baru, adanya kesediaan untuk melakukan sesuatu yang baru yang dianggap lebih baik dari pada keadaan sebelumnya.
Sedangkan pengertian inovasi dalam sebuah system pembelajaran adalah suatu perubahan yang baru yang bersifat kualitatif, berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu dalam dunia pendidikan (Suryosubroto, B. 1990 : 127).
2.         Tujuan Inovasi Pembelajaran
Tujuan utama dari inovasi adalah memperbaiki dan meningkatkan  keseluruhan sistem agar semua tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Tujuan yang telah direncanakan mengharuskan adanya perincian yang jelas tentang sasaran dan hasil-hasil yang ingin dicapai, yang sedapat mungkin bisa diukur untuk dapat mengetahui perbedaan antara keadaan sesudah dan sebelum inovasi dilakukan (Hasbullah, 1988 : 199).
Sedangkan tujuan dari dilaksanakannya inovasi pembelajaran adalah untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang berlangsung di sekolah berjalan efektif, efisien dan tepat sasaran.
D.      Strategi Pengembangan Inovasi Pembelajaran
1.         Metode Cooperative Learning
a.         Pengertian Cooperative Learning
Salah satu metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif adalah metode Cooperative Learning. Menurut Johnson dalam Santoso Cooperative Learning adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok kecil, siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok (Santoso, B, 1999 : 6). Sedangkan menurut Evelyn Jacob Cooperative Learning adalah metode pembelajaran yang terdiri dari kelompok kecil yang bekerja sama untuk memecahkan dan menyelesaikan tugas akademiknya (Evelyn Jacob, 1999 : 13). Selanjutnya Stone menyatakan pendapatnya bahwa Cooperative Learning merupakan strategi pembelajaran yang dilakukan agar dapat berinteraksi satu sama lainnya untuk memahami kebermaknaan isi pelajaran dan bekerja secara aktif dalam menyelesaikan tugas atau pelajaran (Zaenab Hanim, 1997 : 21).
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwasanya pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang didasarkan atas kerja kelompok yang dilakukan untuk mencapai tujuan khusus. Selain itu juga untuk memecahkan soal dalam memahami suatu konsep yang didasari rasa tanggung jawab dan berpandangan bahwa semua siswa memiliki tujuan sama. Aktivitas belajar siswa yang komunikatif dan interaktif, terjadi dalam kelompok-kelompok kecil.
Metode Cooperative Learning dibangun atas dasar teori konstruktivis sosial dari vygotsky, teori konstruktivis personal dari piaget dan teori motivasi (Usman, H. B, 2001 : 308). Menurut prinsip utama teori Vygotsky, perkembangan pemikiran merupakan proses sosial sejak lahir. Anak dibantu oleh orang lain (baik orang dewasa maupun teman sebaya dalam kelompok) yang lebih kompeten didalam keterampilan dan teknologi dalam kebudayaannya. Bagi Vygotsky, aktifitas kolaboratif dintara anak-anak akan mendukung pertumbuhan mereka, karena anak-anak yang seusia lebih senang bekerja dengan orang yang satu zone (zone of proximal development, ZPD) dengan yang lain.
Metode Cooperative Learning diterapkan melalui kelompok kecil pada semua mata pelajaran dan tingkat umur disesuaikan dengan kondisi dan situasi pembelajaran. Keanggotaan kelompok terdiri dari siswa yang berbeda (heterogen) baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, dan etnis, latar belakang sosial dan ekonomi. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran Cooperative Learning biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu orang lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Tentang pengelompokan heterogen ini Johnson dalam Hanim berpendapat bahwa Cooperative Learning bertujuan untuk mengkomunikasikan siswa belajar, menghindari sikap persaingan dan rasa individualitas siswa khususnya bagi siswa yang berprestasi rendah dan tinggi.
b.        Unsur-unsur Metode Cooperative Learning
Menurut Roger dan David Johnson dalam Anita Lie, tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sebagai Cooperative Learning. Untuk memperoleh manfaat yang diharapkan dari implementasi pembelajaran kooperatif, Johnson dan Johnson menganjurkan lima unsur penting yang harus dibangun dalam aktivitas instruksional, mencakup;
1)        Saling ketergantungan positif (Positive Interpendence)
2)        Interaksi tatap muka (Face to face interaction)
3)        Tanggung jawab individual (individual accountability)
4)        Ketrampilan sosial (Social skills)
5)        Evaluasi proses kelompok (Group debrieving)
c.         Teknik-teknik Dalam Cooperative Learning
Terdapat beberapa teknik dalam metode Cooperative Learning. Meski demikian guru tidak harus terpaku pada satu strategi saja. Guru dapat memilih  dan memodifikasi sendiri teknik-teknik dalam metode Cooperative Learning  sesuai dengan situasi kelas. Dalam satu jam atau sesi pelajaran, guru juga bisa memakai lebih dari satu teknik.
Berikut beberapa teknik belajar dalam Cooperative Learning
1)        STAD (Student Team Achievement Devision)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Guru yang menggunakan STAD juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal dan teks. Dalam satu kelompok siswa terdiri dari 4 – 5 orang yang heterogen. Anggota team menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi. Secara individual setiap minggu siswa diberi kuis. Kuis diskor dan tiap individu diberi skor perkembangan (Muslimin Ibrahim, dkk, 2000 : 20).
2)        Jigsaw
Jigsaw dikembangkan oleh Aronson. Teknik ini dapat digunakan dalam pembelajaran membaca, menulis, mendengarkan atauapun berbicara. Teknik ini menggabungkan keempatnya. Teknik juga dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, agama dna bahasa. Dalam satu kelompok siswa memiliki latar belakang heterogen. Dalam teknik ini siswa menjadi “tenaga ahli” tentang sebuah topik dengan cara bekerja sama dengan para anggota dari kelompok lain yang telah ditetapkan sesuai dengan keahlian dengan topik tersebut. Setelah kembali kepada kelompok mereka masing-masing siswa mengajar kelompoknya. Pada akhirnya, semua siswa akan dievaluasi pada semua aspek yang berhubungan dengan topik tersebut.


3)        Group Investigation (Investigasi Kelompok)
Model ini pertama kali dicetuskan oleh John Dewey, kemudian model ini lebih dipertajam dan dikembangkan beberapa tahun kemudian oleh Shlomo dan Yael Sharan dan Rachel Hertz-lazarowitz di Israel (Slavin, R. E, 1995 : 111). Teknik ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit serta mengajarkan siswa ketrampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik. Dalam investigasi kelompok guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang anggotanya heterogen. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki dan kemudian menyiapkan serta mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
4)        Numbered Head Together
Teknik ini dikembangkan oleh Spenser Kagan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Guru melempar pertanyaan, lalu para siswa berkonsultasi jawaban dari soal tersebut. Setelah itu, siswa dipanggil untuk menjawab pertanyaan.


5)        Think-Pair-Share (Berfikir-Berpasangan-Berempat)
Teknik ini merupakan teknik yang sederhana, namun sangat bermanfaat. Teknik ini dikembangkan oleh Frank Lyman di University of Maryland. Sesuai dengan namanya, teknik ini dilakukan dalam tiga tahapan. Guru memberikan pelajaran untuk seluruh kelas, siswa berada pada teamnya masing-masing. Kemudian guru mengajukan pertanyaan untuk seluruh kelas, siswa memikirkan jawabannya sendiri-sendiri (think). Kemudian siswa berpasangan dengan teman sebayanya untuk saling mencocokkan jawabannya (pair). Dan akhirnya, guru meminta siswa untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah dibicarakan (share).
2.         Contextual Teaching Learning
a.         Pengertian Contextual Teaching Learning (CTL)
Contextual Teaching Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2002 : 01). Pengetahuan dan keterampilan siswa dapat diperoleh dari usaha siswa mengkontruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.
Pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif yakni, konstruktivisme, bertanya (questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (learning komunity), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (autentic assement).
b.        Landasan Filosofi
Landasan filosofi CTL adalah kontruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan . Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh Jhon Dewey pada awal abad 20-an yang menekankan pada pengembangan siswa.
Menurut Zahorik, ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontektual.
1)      Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating learning)
2)      Pemerolehan pengetahuan yang sudah ada (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
3)      Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun  (1) hipotesis (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan
4)      Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applaying knowledge)
5)      Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengetahuan tersebut
c.         Perbedaan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)  dengan Pendekatan Tradisional
No
PENDEKATAN CTL
PENDEKATAN TRADISIONAL
1
Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
Siswa adalah penerima informasi secara pasif
2
Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi.
Siswa belajar secara individual
3
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau yang disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4
Perilaku dibangun atas dasar kesadaran diri
Perilaku dibangun atas dasar kebiasaan


5
Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
6
Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian (angka) rapor
7
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman
8
Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata
Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural: rumus diterangkan sampai paham kemudian dilatihkan
9
Pemahaman siswa dikembangkan atas dasar yang sudah ada dalam diri siswa
Pemahaman ada di luar siswa, yang harus diterangkan, diterima, dan dihafal
10
Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat dalam mengupayakan terjadinnya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan membawa pemahaman masing-masing dalam proses pembelajaran
Siswa secara pasif menerima rumusan atau pemahaman (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran
11
Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia diciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya
Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri manusia
12
Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu selalu berkembang.
Bersifat absolut dan bersifat final
13
Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
14
Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan
Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa
15
Hasil belajar diukur dengan berbagai cara : proses, bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, dll.
Hasil belajar hanya diukur dengan hasil tes
16
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
17
Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek
Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek
18
Perilaku baik berdasar motivasi intrinsic
Perilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik
19
Berbasis pada siswa
Berbasis pada guru
20
Seseorang berperilaku baik karena ia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat
Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenagkan



E.       Kesimpulan

My Family

My Family
Kunjungan Dosen Native Speaker dari Sudan

My Duty

My Duty
Pelatihan Model Pembelajaran