Salam Ta'aruf

Allah telah membuktikan firmannya :
"Qul Hal Yastawilladzina Ya'lamuna wal Ladzina la Ya'lamuun"....
ayat tersebut merupakan anjuran kepada manusia agar supaya kita menjadikan ILMU sebagai sesuatu yang paling berharga dan tameng dalam hidupnya.
dengan Ilmu manusia bisa menggapai segala-galanya, dengan ilmu manusia bisa meraih apa yang dicita-citakannya, dengan ilmu manusia mampu menerobos angkasa, dan masih banyak lagi.
Allah menjamin dengan Jaminan yang Pasti, bahwanya terdapat perbedaan yang sangat besar antara orang yang berilmu dan tidak berilmu, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya. begitu juga dalam menghadapi dan menyelesaikan sebuah permasalahan. orang berilmu menggunakan ilmu sebagai paradigma atau "pisau analisnya" melalui akal yang diberikanNya, sedangkan orang yang tidak berilmu mengambil cara pintas, dengan tanpa menganilasa sebab dan akibat yang akan ditimbulkannya.
Subhanallah, ternyata mahligai Ilmu dapat diraih dengan tafakkur, tadabbur, sehingga membawa manusia kepada kebahagian lahir dan batin yang menjadi idaman setiap manusia yang hidup di muka bumi ini.
Ingin bahagia lahir batin, dan dunia akhirat... dapatkan...carilah Ilmu....
Ingat.... Ilmu Allah sangat luas

Konstruksi Pemikiran Pendidikan


REKONSTRUKSI PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendahuluan
            Pada dasarnya, pendidikan dalam perspektif islam berupaya untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik seoptimal mungkin, baik yang menyangkut jasmaniah, maupun ruhaniah. Dengan optimalisasi seluruh potensi yang di milikinya, pendidikan islam berupaya mengantarkan peserta didik kearah kedewasaan pribadi secara peripurna, yaitu yang beriman dan berilmu pengetahuan. Kesemua itu diharapkan saling mempengaruhi antra satu dengan yang lain dalam perkembangannya mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan,[1] yaitu sebagai ‘abd dan khalifah fi al-ardh. Artinya, pendidikan islam sebagai agent of chenge Islamic culture akan mampu menjadikan dirinya sebagai sarana yang menciptakan kemaslahatan seluruh umat manusia dan alam semesta.
            Setting sejarah zaman keemasan pendidikan dan peradapan islam abad pertengahan, agaknya akan dapat memberikan nuansa, bahwa untuk menciptakan tujuan diatas, maka diperlukan adanya “suasana” yang kundusif bagi keberhasilan pendidikan islam. Reorentasi histories zaman keemasan islam abad pertengahan, memberikan refrensi bahwa, untuk menciptakan lembaga pendidikan islam yang berkualitas, memerlukan upaya yang maksimal. Upaya maksimal tersebut adalah, adanya perhatian yang tinggi dari penguasa dan intelektual dengan ditunjang berbagai factor dan prasarana yang mendukunag bagi pengembangan lembaga pendidikan islam sebagai lembaga ilmiah. Diantara factor yang dapat menunjang keberhasilan pendidikan Islam dalam mengembangkan sayap intelektualitas umat adalah aspek ekonomi, stabilitas politik, fasilitas kelembagaan yang mendukung pelaksanaan pendidikan, struktur program yang sistimatis dan adaptik-elastik.
B.Pembahasan.
            Sejalan dengan permasalahan tersebut diatas, maka tulisan ini mencoba   untuk menkaji secara mendalam tentang factor apa saja yang dapat mengantarkan keberhasilan pendidikan Islam, khususnya di Negara Indonesia. Faktor-faktor tersebut selanjutnya akan di deskripsikan dan dianalisa untuk diambil kesimpulan.

1.Aspek ekonomi
            Islam melalui ajarannya, sangat mendorong umatnya untuk bersifat kreatif dalam hidupnya. islam bukan sebuah agama “fatalis-non elastis” yang menuntut umtnya untuk beribadah bagi kehidupan akherat belaka dengan meninggalkan kepentingan kehidupan dunianya, akan tetepi juga menyuruh umatnya untuk memanfaatkan dunianya semaksimal mungkin. Hal ini dapat dilihat dari firman Allah Swt dalam surat Al-Jumu’ah ayat 10 yang artinya “Apabilah telah ditunaikan sembayang maka bertebaranlah kamu dimuka bumi; dan carilah karuniah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung”
            Ayat diatas memberikan pengertian bahwa, manusia disamping melakukan ibadah vertical kepada kholiqnya, juga dituntut untuk memanfaatkan alam semesta dengan bijaksana bagi meningkatkan ekonominya. Dengan ekonomi yang setabil, manusia dapat membangun peradapannya yang tinggi bagi kemaslahatan seluruh umat, yang secara langsung merupakan manifestasi dari pelaksanaan amanat Allah yang diberikan padanya.
            Sejalan dengan penjelasan ayat di atas, H.M. Arifin menjelaskan[2], bahwa tindakan ekonomi yang dimaksud berupaya menjelaskan kepada manusia bagaimana seharusnya manusia dapat memenuhi kebutuhannya secara layak di muka bumi. Ekonomi yang stabil merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan sekaligus mewarnai corak perkambangan kebudayaan suatu bangsa. Diantara perkembangan kebudayaan itu adalah aspek pendidikan.
            Referensi di atas, disatu sisi memberikan pengertian bahwa pelaksanaan suatu system pendidikan sangat ditentukan oleh dukungan ekonomi yang stsbil guna pengembangan lembaga pendidikan yang berkualitas tinggi. Bantuannya bersifat fisik material, seperti penyediaan lembaga pendidikan yang baik, sarana dan pra sarana yang mendukung pelaksanaan pendidikan, pemenuhan financial tenaga pendidik (gaji),dan kebutuhan fisik lainnya yang dapat menunjang pelaksanaan pendidikan yang mapan. Relevensi antara aspek ekonomi dan pendidikan, menurut Hasan Langgulung,[3] menyangkut investment dan hasilnya. Artinya, apabilah basis ekonomi suatu Negara kuat dan besar, maka akan baik pulalah pelaksanaan pendidikannya.
Bila ini tercipta, maka akan baik pula hasil pendidikannya. Dalam bahasa lain dapat dikatakan bahwa semakin tinggi inputnya (ekonomi),maka akan baik pula output-nya (peserta didik) sebagai hasil dari proses pendidikan. Sebaliknya bila ekonomi suatu masyarakat rendah dan tidak menunjang pendidikannya, maka mustahil suatu lembaga pendidikan itu mampu memainkan peranannya dalam memajukan peradapannya. Pendidikan seperti ini tidak akan dapat membangun lembaga pendidikan yang mampu menciptakan output yang berkualitas, sebagai modal terpenting bagi pembangunan suatu bangsa.
            Di sisi lain, terciptanya lembaga pendidikan yang berkualitas akan berimplikasi pada terbinanya suatu tatanan ekonomi yang tinggi. Artinya, bagaimana lembaga pendidikan memainkan peranannya sebagai agent of change dengan melahirkan sejumlah manusja yang berkualitas bagi membangun peradapannya yang tinggi, serta mampu mengelola dan menata kekayaan alam yang ada demi menunjang perekonomiannya yang stabil. Untuk itu, agaknya tidaklah berlebihan jika H.M.Arifin mengatakan bahwa maju atau tidaknya suatu pendidikan selalu diukur dengan sejauh mana pendidikan tersebut mampu menunjang kehidupan (ekonomi) masyarakat.[4]
            Refrensi di atas memberikan pengertian, bahwa pada hakekatnya, aspek ekonomi dan pendidikan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainsecara integral. Bilah salah satunya mengalami hambatn, maka akan berimplikasi negative pada bidan lainnya. Untuk itu, dalam upaya membangun peradapan manusia, terutama di era modern ini, manusia perlu memperhatikan pembangunan dua bidang di atas secara serasi dan berkesinambungan.
            Melihat begitu eratnya hubungan antara aspek ekonomi terhadap pelaksanaan pendidikan umat,serta begitu pula sebaliknya, maka menurut Islam, agar terbinanya sebuah lembaga pendidikan yang “Islami” harus dibangun dengan ekonomi yang islami pula. Artinya, pelaksanaan tindakan ekonomi umat harus berpijak pada kaidah-kaidah Islam (al-Qur’an dan hadits).



Dengan berpijak pada kedua sumber tersebut, akan berimplikasi pada terbentuknya setidak-tidaknya tiga sikap tindakan ekonomi yang bernilai Islami, yaitu: pertama, Memiliki landasan filosofis Islami, yang meliputi asas tauhid,[5] asas rububiyah,[6]
Asas kholifah fi al-ardh,[7] serta asas tazkiyah, [8] kedua, landasan etika dan moral ekonomi islami, yaitu memisahkan yang halal dengan yang haram pada setiap tindakan ekonomi. Tindakan ekonomi yang dilakukan semata-semata sebagai perwujudan ibadah dan untuk kemaslahatan seluruh manusia. Ketiga, landasan social yaitu melakukan pendistribusian ekonomi kepada manusia secara adil sesuai dengan kemampuanya, baik secara mekanisme kerja maupun hasil (zakat), serta berupaya menekan kesenjangan sosial diantara sesame manusia[9]. Hal ini disebabkan, karena system ekonomi dalam islam didasarkan atas dasar kerja sama, bukan persaingan yang ucap kali memangsa manusia yang lain serta ekosistem yang ada.
            Proses pensikapan tindakan ekonomi seperti di atas, akan menimbulkan suatu sikap kompetitif yang positif dalam mengembangkan aspek ekonomi dikalangan umat islam. Bila ini terwujud, maka ekonomi umat islam akan tinggi. Kondisi ini merupakan suasana yang sangat kondusif bagi mendukung terbinanya lembaga pendidikan islam yang mapan, baik menyangkut sarana dan prasarana maupun biaya oprasional pendidikannya. Artinya, suatu lembaga pendidikan akan mampu maju sebagai lembaga pembinaan umat bila ia didukung oleh ekonomi baik suatu Negara maupun umat) yang mapan. Sikap economic Islamic orientied yang  dikembangkan di atas, [10] akan mampu menciptakan lembaga pendidikan islam yang baik, sebagai sarana mencetak output-nya yang berkualitas. Dengan demikian diharapkan akan mampu menjadi pilar dan pionir pembangunan bangsa.

Bila ini terwujud, akan barimbas balik pada aspek ekonomi suatu bangsa kearah yang lebih mapan dan stabil, yang dikembangkan dengan penuh tanggung                       jawab dalam memanfaatkan semua potensi yang ada sesuai degan nilai-nilai Ilahiah.[11]
2. Aspek politik
            Secara sederhana politik dapat diartikan sebagai segala kegiatan yang dilakukan dalam suatu system kenegaraan, menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari system yang ada, menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, serta melakukan berbagai ketetapan di atas, sesuatu dengan tujuan yang diinginkan.[12]                                 
            Dari batasan di atas, secara implisit, trdapat beberapa unsur yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain dalam system politik, unsur-unsur tersebut diantaranya adalah adanya penguasa yang mengepalai suatu Negara, perkumpulan peartai yang terkumpul dalam badan perwakilan rakyat (parlemen), adanya rakyat, kedaulatan Negara, ideologi Negara yang tangguh dalam menyatukan rakyat, serta kekuatan-kekuatan pendukung lainnya; kekuatan pertahanan, ekonomi, pendidikan, dnan lain sebagainya. Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, dilakukanlah berbagai kebijaksanaan-kebijaksanaan serta setrategi tertentu, yang secara teknis sangat daperlukan dalam membangun peradapan suatu bangsa. Diantaranya adalah kebijaksanaan di bidang pendidikan islam.
            Secara ekstrinsik, pengaruh politik terhadap pendidikan islam adalah adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah suatu Negara yang memberikan perhatian serta dukungan moral maupun materi bagi kelangsungan pelaksanaan pendidikan islam. [13] Situasi kondusif ini akan memberikan kesempatan dengan pengaruh yang sangat besar terhadap tumbuh atau tidaknya pendidikan islam. Akan tetapi, bila politik suatu Negara mengalami goncangan stabilitas, atau dipimpin oleh pemimpin yang a priori terhadap islam, maka akan mustahil suatu lembaga pendidikan islam akan mampu hidup dan memainkan peranannya secara baik.
            Secara implisit, pendidikan yang bermutu tinggi, juga akan ikut mempengaruhi perkembangan politik yang ada. Artinya, semakin baik pendidikan di suatu nagara, maka akan mampu melahirkan generasi yang berkualitas, sehingga akan berimbas dengan tinginya peradapan suatu bangsa. Bila ini terjadi, akan semakin baik pula sistim ekonomi Negara dan berarti akan lebih memantapkan politik pemerintahannya.
            Melihat begitu pentinhgnya sitem politik yang kondusif bagi pelaksanaan pendidikan, maka menurut islam, politik yang baik itu adalah yang berdasarkan tauhid. [14] Dengan prinsip ini, penguasa bersikao adil dan bijaksana dalam mengambil kebijaksanaan yang ummatik bagi kemaslahatan seluruh umut manusia, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian untuk menunjang keberhasilan pendidikan islam, diperlukan keranka kebijaksanaan politik sebuah Negara yang berdimensi islami. Politik yang demikian akan mampu membimbing, mengarahkan, dan mengembangkan pendidikan islam secara proporsional dan professional. Hal ini disebabkan, kebijaksanaan politik suatu Negara, biasanya sangat ditentukan oleh landasan idiologi yang dijadikan falsafah Negara. Bilah politik Negara tersebut tidk mendukung pelaksanaan pendidikan islam akan mengalami hambatan. Akibatnya, keberadaan politik dirasakan tidak lebih sebagai tekanan terhadap cita-cita kelembagaan pendidikan islam.[15]                                 
            Disisi lain politik dan pendidikan islam juga harus mampu mengembangkan dan mempertahankan eksistensi kebudayaan bangsanya kedalam akulturasi kebudayaan islam. Dengan demikian pendidikan islam secara tidak langsung akan mendukung landasan politik bangsa. Refrensi di atas memberikan nuansa bahwa pendidikan islam dan kehidupan masyarakat saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Pelaksanaan dan keberhasilan pendidikan islam juga sangat ditentukan oleh kemapanan ekonomi dan stabilitas politik Negara. [16] Untuk itu menurut penulis, dalam upaya melaksanaan pendidikan islam maupun pendidikan secara umum terlebih dahulu harus mempertimbangkan ketiga faktor tersebut di atas. Sebab jika tidak akan berdampak negative sekaligus penghambat keberhasilan pendidikan islam yang diinginkan.
Bila aspek si atas mendukung, maka pendidikan islam akan punya kesempatan untuk berhasil, dengan tanpa melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh aspek lain. Tapi jika aspek-aspek di atas sudah tidak mendukung, maka aspek-aspek lainnya yang juga ikut mempengaruhi keberhasilan pendidikan islam, tidak akan mampu berbuat banyak dalam memajukan pendidikan islam.
3.Aspek fasilitas kelembagaan
            Aspek lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan pendidikan islam adalah aspek fasilitas kelembagaan. Aspek ini memberikan pengertian bahwa untuk mencapai pendidikan islam yang baik, hendaknya ditunjang oleh berbagai fasilitas atau sarana pra sarana yang mendukung kelancaran pelaksanaan proses pendidikannya. Fasilitas kelembagaan pendidikan islam dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu fasilitas fisik dan non fisik. Fasilitas fisik diantaranya adalah, tersedianya gedung pendidikan yang baik sebagai tempat pelaksanaan interaksi proses belajarmengajar, tersedianya laboratorium sebagai tempat peserta didik melakukan berbagai latihan dan eksprimen, edung perpustakaan dengan kelengkapan fasilitas literature yang diperlukan peserta didik, rumah ibadah,lapangan dan sarana olaraga, ruang perkantoran, tenaga pendidikan dan administrasi pendidikan, koprasi sekolah ruang UKS dan fasilitas fisik lainnya denagan nuansa islami.
            Sedangkan fasilitas non fisik kelembagaan merupakan fasilitas pendidikan yang sifatnya non gedung. Fasilitas ini merupakan perangkat ruangan yang ikut mandukung secara aktif keberhasilan pendidikan islam. Diantaranya adalah peralatan kelas, peralatan administrasi kantor, peralatan atau media peraga dan lain sebagainya.
            Fasilitas-fasilitas kelembagaan di atas, harus senantiasa berbenah diri an terbuka pada adanya perubahan zaman. Jika tidak peserta didik akan mengalami kemandekan informasi dari kemajuan zaman. Untuk itu, seirama dengan perkembangan era modern, lembaga pendidikan islam harus melengkapi fasilitas lembaga pendidikannya dengan fasilitas modern, seperti computer, slide projector, dan fasilitas canggih lainnya. [17] Dengan demikian diharapkan akan memberikan nuansa dan wawasan keilmuan yang lebih lengkap pada peserta didik.
            Dalam menyiapkan fasilitas pendidikan yang adaptik yang menunjang keberhasilan pendidikan islam, terlebih dahulu harus dipertimbangkan nilai efektifitas dan efisiensi dari fasilitas yang ditawarkan. Lainya harus bersifat ilmiah edukatif dan bernuansa islami, sehingga mampu memberikan andil bagi pembentukan insan muslim yang paripurna. Eksistensi  fasilitas, baik kelembagaan maupun non kelembagaan dalam pendidikan islam berfungsi sebagai sarana untuk menstimuulus potensi peserta didik seoptimal mungkin, sehingga mampu berkembang semaksimal mungkin. Dengan perkembangan potensi tersebut, diharapkan peserta didik akan mampu berfikir kreatif-selektif dalam menghadapi era globalisasi yang telah membentuk technicalistic society, dengan warna islami..[18]
4.Aspek Struktur Program Pendidikan
            Pembicaraan tentang struktur program pendidikan islam lebih banyak berorentasi pada pengorganisasian materi pelajaran dan hubungannya dengan peserta didik, sebagai subyek dan obyek terpenting dalam pendidikannya. Dimensi ini memberikan nuansa, bahwa untuk mencapai pendidikan islam yang berkualitas, diperlukan pengorganisasian struktur program pendidikannya sedemikian rupa, sehingga mampu menyentuh dimensi dan potensi manusia. Ini memberikan pengertian bahwa dalam pendidikan islam khususnya proses pentransferan nilai budaya pada peserta didiknya, terlebih dahulu harus direncanakan sedemikian rupa, dengan ikut mempertimbangkan berbagai faktor pendukung dan penghambat yang terjadi dalam proses tersebut. Jika tidak, program yang ditawarkan akan kehilangan arah dan kendali.
            Dalam membicarakan hal tersebut di atas, Hasan Langgulung mengupas secara singkat, bahwa dalam menyusun struktur program pendidikan islam yang integral, setidaknya harus terformulasi kepada;
  1. Aspek keutuhan, yaitu program pendidikan yang ditawarkan, haruslah mampu menyentuh seluruh dimensi peserta didik yaitu, aspek jasmaniah dan rohaniahnya. Pelaksanaannya juga harus mampu melibatkan unsur formal, dan non formal secara harmonis dan integral.
  2. Aspek integralistik yaitu system program pendidikan islam harus mampu menyatukan fisi peserta didiknya, pada nilai-nilai Ilahiah sehingga mampu menjadi penyatu umat, bukan mala menjadi alat pemeca umat pada kotak-kotak tertentu
  3. Aspek kesinambungan (kontinuitas) yaitu struktur program pendidikan islam harus merupakan program yang berkelanjutan. Lainya disusun dari bentuk yang sederhana sampai pada bentuk yang sempurna. Penyusunan program pendidikan islam merupakan program yang sistimatis dan disesuaikan dengan situasi dan perkembangan peserta didik. Pelaksanaan pendidikannya tidak mengenal batas usia, akan tetapi dilakukan sepanjang masa.
  4. Aspek keaslian yaitu, struktur program pendidikan islam harus mampu mengelaborasi nilai-nilai yang termuat dalam al-Qur’an dan Hadits.
  5. Aspek praktis yaitu, struktur program pendidikan islam haruslah bersifat amaliah, bukan hanya sekedar tioritis saja.
Disisi lain, program pendidikan islam harus terstruktur sedemikian rupa, sehingga ma
mpu mengakomudir seluruh dimensi kehidupan manusia sebagai mahluk vertikal dan horizontal dengan ikut memperhatikan aspek psikis peserta didik dan nilai-nilai masyarakat, sebagai komonitas yang tak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Jika kesemua aspek di atas mampu terakumulasi dalam struktur program pendidikan islam, akan mampu menjadi lembaga pendidikan islam lebih adaptik dan universal. Ia bukan hanya berorentasi pada keakhiratan, akan tetapi juga keduniaan secara serasi dan seimbang.keberadaannya bukan milik perorangan atau kelompok, akan tetapi dimiliki oleh seluruh umat manusia,sehingga keberhasilan pendidikannya mampu membawa rahmat bagi seluruh alam.
5. Aspek Administrasi Manajerial
            Aspek lain yang tak kalah pentingnya dalam upaya mencapai keberhasilan                                 pendidikan islam adalah aspek administrasi manajerial. Aspek ini terdiri dari dua suku kata, yaitu administrasi dan manajeman.
Secara etimologi, kedua kata tersebut memiliki arti yang sama, yitu mengatur, mengurusi, mengelola atau mengambil keputusan.[19] Namun demikian menurut penulis, kata administrasi memiliki makna yang lebih luas dan umum, dibandingkan dengan kata manajeman. Manajeman merupakan bagian dari administrasi yang sifatnya oprasional.
            Jadi, pengertian administrasi manajerial yang dimaksud dalam tulisan ini, dikaitkan dengan pendidikan islam sangat luas. Ia tidak saja mengatur dan mengelolah aspek insaniah yaitu peserta didik, guru dan peleksana administrasi, juga termasuk mengelolah dan mengatur aspek non insani yaitu pengelolahan sarana dan prasarana pendidikan,[20] mengatur kerja masing-masing tenaga pendidik sesuai dengan kemampuannya, pengaturan keuangan, pengaturan mata pelajaran, dan alokasi waktu yang disiapkan dan lain sebagainya. Penaturan dan pengorganisasian itu dilakukan sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi overlapping yang menghambat tujuan pendidikan. Diantara masing- masing komponen harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari komponen yang lain. Ia harus berjalan bersamaan dan saling isi mengisi dalam satu misi dan visi.disinilah dituntut kemamouan seorang administrator dalam me-manage semua faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan islam.[21] Ia juga harus memperhatikan perbedaan peserta didiknya, sekaligus berupaya mensikapi perbedaan yang ada secara sederhana. [22]
            Penjelasan di atas memberikan pengertian, bahwa untuk mncapai keberhasilan khususnya pendidikan islam, pendidikan memerlukan adanya administrasi manajerial yang solit dibawa pimpinan seorang administrator atau manajer yang benar-benar memiliki kompetensi dalam mengarahkan dan membawa seluruh komponen yang dipimpinnya kearah tujuan yang telah dirumuskan, tanpa melepaskan diri dari rule of system yang islami. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, seorang administrator atau manajer, menurut islam, disamping harus memiliki seperangkat ilmu pengetahuan dibidangnya secara profesional,juga dituntut untuk memiliki persyaratan lainnya, yaitu memberlakukan orang yang dipimpinnya sebagai dari bagian keluarganya. Bersikap demokrasi, adil, memiliki tanggung jawab islami, menghormati orang lain, peka terhadap lingkungan, menegakkan hukum sebagai peraturan yang disepakati bersama secara murni dan konsekuen dan menjadikan al-Qur’an-Hadits sebagai sumber kebijaksanaannya dalam mengambil setiap keputusan.
            Bilah persyaratan tersebut ada pada setiap administrasi manajerial pada lembaga pendidikan islam, maka akan terbina suasana idukatif yang kondusif  secara harmonis dan kompetitif. Kondisi ini sangat membantu bagi terwujudnya keberhasilan pendidikan islam sebagai sarana transformasi nilai di tengah-tengah kehidupan manusia. Sekaligus menciptakan generasi yang tangguh serta memiliki sikap terpuji dan tanggung jawab sosial secara moral yang akan dipertanggung jawabkannya kelak di hadapan Allah. Sikap ini akan menimbulkan nilai kritis analitis ilmiah yang bernuansa religius yang diperuntukkan bagi kemaslahatan seluruh umat manusia. Denagn aspek ini diharapkan akan terbinanya peserta didik muslim sebagai insane paripurna yang mampu berperan secara aktif terhadap dinamika perkembangan zaman. Memiliki sikap keimanan yang kokoh sebagai sosok intelektual ulama dan ulama intelektual secara serasi dan seimbang.
C.Kritik dan analisis
            Dari pembahasan di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya beberapa pendapat para pakar pendidikan tentang rekontruksi pemikiran pendidikan islam.
  1. Dalam menyusun struktur program pendidikan islam yang integral, Hasan Langgulung diantaranya menyebutkan adanya pengelaborasian terhadap nilai-nilai yang termuat dalam al-Qur’an dan Hadits.Dalam hal ini menurut penulis pengelaborasian tersebut bukanlah berarti sama sekali harus meninggalkan IPTEK dari al-Qur’an dan Hadits, akan tetapi dengan mencoba melandasi falsafah al-Qur’an dan Hadits pada perkembangan IPTEK barat. Sebab jika tidak, umat islam akan selalu lama menyongsong dan membangun peradapannya.
  2. Fenomena pendidikan islam selama ini sering cenderung terlambat merumuskan diri untuk merespon perubahan.Dan kecenderungan perkembangan masyarakat kita sekarang dan akan datang, lebiih cenderung mengorientasikan diri pada bidang-bidang humaniora dan ilmu-ilmu sosial, kurang apresiatif terhadap ilmu-ilmu eksakta seperti fisika,kimia, biologi,metematika. Oleh sebab itulah usaha pembaruhan dan peniangkatan system pendidikan islam sering bersifat sepotong-sepotong atau tidak komprehensif dan menyeluruh, bahkan peningkatan dan pembaruhannya dilakukan sekenanya atau seingatnya, sehingga tidak terjadi perubahan esensial didalamnya.
D.Kesimpulan
            Berdasarkan uraian di atas, pada akhir makala ini penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut;
  1. bahwa dalam merekontruksi pemikiran pendidika islam harus ada keserasihan atau kesinambungan antara aspek ekonomi, politik, fasilitas kelembagaan, struktur program pendidikan,dan administrasi manajerial,agar tercipta pendidikan yang sempurna dan sesuai dengan perkembangan zaman.
  2. Dalam meningkatkan mutu pendidikan islam diperlukan bersikap regresif dan konservatif terutama dalam konteks pendidikan agama, yang menghormati dan menerima konsep pendidikan tradisional yang sudah mengakar dalam kehidupan umat islam dengan melakukan kontekstualisasi dan uji falsifikasi untuk menemukan hal-hal yang perlu ditinggalkan karena sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan zaman.


                                                                                                                                                     





DAFTAR PUSTAKA

.Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Bumi Aksara, Jakarta, 1991
----------, Filsafat Pendidikan Islam” Bumi Aksara, Jakarta,1993
Hasan Langgunung “Asas-asas Pendidikan Islam”, Pustaka Al-Husna, Jakarta,1988
Charles Issawi, Filsafat Islam Tentang  Sejarah, Terj. A.Mukti Ali, Tintamas, Jakarta, 1976
Abdul Hamid Abu Sulaiman, krisis pemikiran islam, Terj, Fifyal Ka’bah, Media Da’wah, Jakarta, 1994
Imam Bawani,Segi-segi Pendidikan Islam, Al-Ihlas, Surabaya,1987
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat, Terj, Joko S Kahhar dan Supriyanto Abdullah, Risalah Gusti, Surabaya, 1996
J usuf Enoch,Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 1992
Arif F Sudirman, Media Pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta, 1986
Muhammad A,al-Buraey, Islam Landasan Alternatif Administrasi Pembangunan, Terj, Acmad Nasir Busiman, Rajawali Pers, Jakarta,1986
Yusuf Hadi Miarso, Teknologi Komunikasi pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta
Made Pidarta, manajeman Pendidikan Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1988
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara manuisiawi,Rineka Cipta, Jakarta,1990,



[1]H.M.Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Bumi Aksara, Jakarta, 1991,hal:127.
[2] H.M.Arifin.”Filsafat Pendidikan Islam” Bumi Aksara, Jakarta,1993,hal 43
[3] Hasan Langgunung “Asas-asas Pendidikan Islam”, Pustaka Al-Husna, Jakarta,1988, hal:20
[4] H.M.Arifin, Loc.cit.
[5] Asas tauhid: tindakan ekonomi yang dilakukan hanya atas pertolongan Allah,dan bukan pada pengkultusan terhadap sesama mahluk Allah, seperti para arwah,jin dan sebagainya.
[6] Asas rububiyah: melakukan tindakan ekonomi sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah.
[7] Asas kholifah fi ardh:Memanfaatkan potensi alam dengan bijaksana dan penuh tanggung jawab untuk memakmurkannya sebagai perwujudan wakil Allah di bumi.
[8] Tazkiyah: Mensucikan diri dari sikap serakah, sehingga keberadaannya merupakan rahmat bagi manusia dan alam semesta.
[9] Lihat Charles Issawi, Filsafat Islam Tentang  Sejarah, Terj. A.Mukti Ali, Tintamas, Jakarta, 1976 hal114
[10] Bandingkan Hasan Langgulung, op,cit, hal 192-193
[11] Abdul Hamid Abu Sulaiman, krisis pemikiran islam, Terj, Fifyal Ka’bah, Media Da’wah, Jakarta, 1994,hal:170
[12] Imam Bawani,Segi-segi Pendidikan Islam, Al-Ihlas, Surabaya,1987,hal:26-27
[13] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat, Terj, Joko S Kahhar dan Supriyanto Abdullah, Risalah Gusti, Surabaya, 1996, hal:50-57.
[14] Hasan Langgulung, op.cit,hal:193
[15] H.M.Arifin, op,cit,hal:193.
[16]J usuf Enoch,Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 1992 hal:153-155.
[17] Arif F Sudirman, Media Pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta, 1986, hal:192-195.
[18] Ibid, hal, 103
[19] Muhammad A,al-Buraey, Islam Landasan Alternatif Administrasi Pembangunan, Terj, Acmad Nasir Busiman, Rajawali Pers, Jakarta,1986,hal: 232-233.
[20] Yusuf Hadi Miarso, Teknologi Komunikasi pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta, 1984, hal:43.
[21] Made Pidarta, manajeman Pendidikan Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1988, hal:219.
[22] Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara manuisiawi,Rineka Cipta, Jakarta,1990, hal:91.

My Family

My Family
Kunjungan Dosen Native Speaker dari Sudan

My Duty

My Duty
Pelatihan Model Pembelajaran