Salam Ta'aruf

Allah telah membuktikan firmannya :
"Qul Hal Yastawilladzina Ya'lamuna wal Ladzina la Ya'lamuun"....
ayat tersebut merupakan anjuran kepada manusia agar supaya kita menjadikan ILMU sebagai sesuatu yang paling berharga dan tameng dalam hidupnya.
dengan Ilmu manusia bisa menggapai segala-galanya, dengan ilmu manusia bisa meraih apa yang dicita-citakannya, dengan ilmu manusia mampu menerobos angkasa, dan masih banyak lagi.
Allah menjamin dengan Jaminan yang Pasti, bahwanya terdapat perbedaan yang sangat besar antara orang yang berilmu dan tidak berilmu, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya. begitu juga dalam menghadapi dan menyelesaikan sebuah permasalahan. orang berilmu menggunakan ilmu sebagai paradigma atau "pisau analisnya" melalui akal yang diberikanNya, sedangkan orang yang tidak berilmu mengambil cara pintas, dengan tanpa menganilasa sebab dan akibat yang akan ditimbulkannya.
Subhanallah, ternyata mahligai Ilmu dapat diraih dengan tafakkur, tadabbur, sehingga membawa manusia kepada kebahagian lahir dan batin yang menjadi idaman setiap manusia yang hidup di muka bumi ini.
Ingin bahagia lahir batin, dan dunia akhirat... dapatkan...carilah Ilmu....
Ingat.... Ilmu Allah sangat luas

Pendidikan Islam dan Komponen-komponennya


A.    Pendahuluan

Masalah pendidikan merupakan masalah semua umat manusia. Pada bangsa yang primitif sekalipun, aktifitas pendidikan pasti terjadi. Karena sebenarnya pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dalam mempertahankan dan melangsungkan kehidupannya. Sejalan dengan pendapat di atas Soebahar (2002:13-14) memaparkan bahwa;

Dalam kehidupan manusia pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam membentuk generasi mendatang. Dengan pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia berkualitas, bertanggung jawab dan mampu mengantipasi masa depan. Pendidikan dalam maknanya yang luas senantiasa menstimulir, menyertai perubahan-perubahan dan perkembangan umat manusia. Selain itu juga, upaya pendidikan senantiasa menghantar, membimbing perubahan dan perkembangan hidup serta kehidupan umat manusia.

Peranan pendidikan sebagaimana disebutkan di atas tidak terlepas dari konsep sifat dasar manusia itu sendiri sebagai khalifah di atas bumi. Pada diri manusia telah dilengkapi berbagai potensi yang dapat dikembangkan dalam rangka kekhalifahannya. Pandangan Al-Qur’an terhadap manusia menurut Jalaluddin (2001) adalah pandangan yang menyeluruh, terpadu, seimbang dan tepat. Manusia bukan hanya berupa wujud materi. Manusia juga bukan hanya ruh yang terlepas dari raga. Manusia menurut Al-Qur’an adalah terdiri dari jiwa dan raga yang keduanya saling berhubungan dan mempengaruhi (mono dualistik), manusia bukanlah seekor binatang yang habis riwayatnya dan lenyap hidupnya setelah mati dan bukanlah seeokor binatang yang wujudnya tidak berbeda dengan binatang yang lain. Manusia juga bukan makhluk yang paling tinggi yang hanya mempunyai keutamman, kelebihan, kemuliaan dan kedudukan yang tinggi dengam notabene apalagi ia tahu diri, berilmu dan mau menggunakan akalnya. Tetapi juga sebaliknya ia akan jatuh meluncur ke tingkat yang paling rendah, maka hilanglah kemanusiaannya dan ia berada dalam kedudukan yang paling hina daripada binatang.
Demikianlah Al-Qur’an menilai harga diri manusia. Adapun beberapa potensi manusia yang dapat dikembangkan dalam proses pendidikan seperti potensi manusia dari segi kekhalifahannya, fitrah suci, potensi jiwa yang unggul dan kehendak bebas manusia. Potensi-potensi ini tidak akan tumbuh dengan sendirinya, melainkan membutuhkan lingkungan yang kondusif dan edukatif sehingga potensi-potensi yang ada dalam diri manusia menjadi aktual. Dan dalam kaitannya dengan tugas kekhalifahan manusia di atas bumi diperlukan usaha pewarisan nilai-nilai dari generasi ke generasi secara terus menerus, sehingga tatanan umat manusia menjadi baik dan sempurna sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Dalam hal ini, pendidikan mengambil peran yang sangat sentral.
Terkait dengan hal di atas, dalam makalah ini akan dibahas tentang eksistensi pendidikan Islam dan kontribusinya dalam pembentukan keperibadian muslim. Lebih detailnya akan dipaparkan sebagai berikut:

B.     Pendidikan Islam dan Komponen-komponennya

1.      Arti Pendidikan Islam
Pengertian pendidikan Islam dapat lihat dari beberapa pendapat para ahli pendidikan diantaranya;
Menurut Marimba (1982) bahwa pendidikan merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar yang dilakukan oleh si pendidik kepada si terdidik secara terus menerus terhadap perkembangan jasmanai dan rohaninya demi terciciptanya kepribadian utama, yaitu kepribadian muslim. Dengan kata lain pendidikan merupakan usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh pendidik dalam membina dan membentuk generasi intelek sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. 
Jika dikaitkan dengan Islam, maka pendidikan agama islam adalah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa ytang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia akhiratnya kelak
Sedangkan menurut Muhaimin (2005) pendidikan Islam dapat dipahami dari beberapa perfektif, yaitu :
1.      Pendidikan menurut Islam atau pendidikan yang berdasarkan Islam, yaitu pendidikan yang dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai-nilai pundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
2.      Pendidikan keislaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya pendidikan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang.
3.      Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam.
       
2.      Landasan Pendidikan Islam
                  Setiap usaha, kegiatan atau tindakan yang sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu harus mempunyai landasan atau tempat berpijak yang baik dan  kuat. Tanpa landasan yang baik dan kuat sebuah usaha, kegiatan atau tindakan tidak akan terarah. Implikasi logis yang harus diterima adalah hasil yang didapatkan tidak akan maksimal. Ibarat sebuah bangunan yang kekuatannya sangat  ditentukan oleh baik tidaknya landasan atau pondasi tempat berpijak. Begitu pula dengan pendidikan, tentu saja sangat membutuhkan landasan yang baik dan kuat supaya proses yang berlangsung dapat terarah dan tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Apalagi pendidikan Islam adalah usaha atau kegiatan akademis yang telah mempunyai rencana yang jelas, sistematis, terarah dan terstruktur. Di samping itu juga, pendidikan Islam adalah tugas yang maha besar dalam bagaimana memanuasiakan manusia dan mengagamakan manusia yang telah beragama guna terbentuknya manusia yang madani, baik spiritual maupun lahiriahnya sesuai dengan cita-cita Islam.
                  Sejalan dengan pendapat di atas, Zuhairini dkk. (1995) berpendapat bahwa pendidikan Islam sebagai akatifitas yang mempunyai sistem kerja yang terencana, sistematis dan terarah, sudah tentu memerlukan landasan kerja untuk memberi arah bagi programnya. Sebab dengan adanya atau dasar yang berfungsi sebagai sumber semua peraturan yang akan diciptakan sebagai pegangan langkah pelakanaannya dan sebagai jalur langkah yang menentukan arah usaha tersebut. Memang sangat masuk akal. Tanpa landasan yang baik dan kuat sebuah usaha tidak akan berdaya hasil guna. Dapat dikatakan landasan adalah  way of life-nya sebuah kegiataan, termasuk pendidikan.
                  Dalam hal ini, pendidikan Islam mempunyai landasan atau dasar yang baik, jelas dan kuat. Landasannya adalah “Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, al maslahat mursalah, istihsan, qiyas dan sebagainya”  (Darajat, dkk., 2000:19-21).
1)      Al-Qur’an
                  Al-Qur’an adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan dan sumber dari segala sumber aturan hidup. Dengan kata lain, Al-Qur’an berisi ajaran yang sangat universal, humanis dan pleksibel yang mengatur seluruh proses kehidupan manusia dengan semua pernak-pernik permasalahannnya, termasuk pendidikan di dalamnya.
Terkait dengan pendidikan Islam, di dalam Al-Qur’an termaktub dengan jelas. Salah satu ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang pendidikan Islam, terdapat dalam surat Asy-Syura ayat 52, yang artinya; 
“Dan  demikian Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al kitab (Al-Qur’an} dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya yang Kami beri petunjuk dengan dia siapa yang yang Kamai kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalannya yang benar” (QS. Asy Syura:52) (Depag. RI. : 791).

Dari  terjemahan ayat di atas dapat diambil titik relevansi dengan atau sebagai landasan pendidikan Islam. Sebagaimana pendapat Zuhairini, dkk. (19993:152) mengingat;

a.       Bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk ke arah jalan hidup yang lurus, dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk ke arah jalan yang di ridloi Alllah SWT.
b.      Al-Qur’an menerangkan bahwa Nabi adalah benar-benar pemberi  petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan dan pendidikan Islam.

Senada dengan pendapat di atas, Darajat, dkk. (2000:20) berpendapat bahwa;
Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca kisah Lukman mengajari anaknya dalam surat Lukman ayat 12-19. Cerita itu menggariskan prinsip materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak ibadah, sosial dan ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup dan tentang nilai suatu kegiatan dan amal saleh. Itu berarti bahwa kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam. Dengan kata lain, pendidikan harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang penafsirannya  dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.  

Dapat disimpulkan berpegang teguh pada Al-Qur’an merupakan kunci sukses dari semua usaha yang dilakukan oleh umat Islam.Umat Islam harus senantiasa mengambil pelajaran dari ayat-ayat Al-Qur’an karena Al-Qur’an berisi segudang ide-ide konstruktif bagi pembangunan masyarakat madani. Tetapi, selama ini umat Islam mundur karena meninggalkan Al-Qur’an. Apakah kita akan tetap seperti ini?

2)      Sunnah
Sunnah merupakan sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an. Seperti Al-Qur’an, Sunnah juga berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu, Rasulullah menjadi guru dan pendidik utama.  Apapun yang diajarkan oleh Rsulullah adalah dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam yang sejahtera di bawah ridha-Nya.
Oleh krena itu, Sunnah merupakan landasan kedua bagi pembinaan pribadi muslim yang kokoh. Sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebabnya, mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah yang beraitan dengan pendidikan.
Sebagaimana keterangan di atas, Khallaf (2000) menguatkan bahwa Sunnah merupakan sumber hukum urutan kedua setelah Al-Qur’an. Dalam aplikasinya seorang mujtahid tidak akan kembali ke Sunnah ketika membahas suatu kejadian, kecuali apabila tidak ditemukannya keterangan-keterangan dalam Al-Qur’an, mengenai hukum sesuatu yang hendak diketahui hukumnya.
Melihat betapa urgennya posisi Sunnah dalam mengarahkan kehidupan umat Islam, umat Islam tidak punya alasan yang kuat untuk dapat meninggalkannya. Tapi terkadang Sunnah telah banyak ditinggalkan oleh umat Islam. Umat Islam cenderung mengadopsi pendapat Barat yang nota benenya mempunyai pegangan hidup yang tidak jelas dan skuler.

3.      Tujuan Pendidikan Islam
            Tujuan adalah “Suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai’ darajat, dkk., 2000:29). Senada dengan pendapat tersebut, Zuhairini, dkk. (1995:159) berpendapat bahwa “Tujuan adalah dunia cita, yakni suasana ideal yang ingin wujudkan.”. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalaui tahap dan tingkatan-tingkatan tentu tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pedidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya baik kognitif, apektif dan psikomotoriknya. Dalam tujuan pendidikan, suasana ideal itu nampak pada tujuan akhir (ultimate aims of  education). Tujuan akhir biasanya dirumuskan secara padat dan singkat. Seperti pendapat Marimba (1962:43) bahwa bahwa “Tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim”.

Kalau kita melihat kembali pengertian pendidikan Islam, maka akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi “insan kamil” dengan pola takwa insane kamil, artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT (Darajat, dkk., 2000:29).

Pendapat tersebut mengadung arti bahwa pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat mengambil mamfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di akhirat kelak. Tujuan ini terlalu ideal, sehingga sukar dicapai. Tetapi dengan kerja keras yang dilakukan secara berencana dengan kerangka-kerangka kerja yang konsepsional mendasar, pencapaian tujuan itu bakanlah sesuatu yang mustahil.
Lebih lanjut, Darajat, dkk. (2000) membagi tujuan pendidikan Islam menjadi 4 tujuan, yaitu;
Tujuan umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi sesorang yang sudah dididik walaupun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut.
a.       Tujuan akhir
Tujuan akhir ialah tujuan yang berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini. Tujuan umum yang berbentuk Insan Kamil dengan pola taqwa dapat mengalami perubahan naik turun bertambah dan berkurang dalam berjalan hidup seseorang. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya karena itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara, dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah taqwa dalam bentuk insan kamil masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembanagn dan penyempurnaan sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan tumbuh dalam pendidikan formal. Mati dalam berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari taqwa sebagai proses akhir dari hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan yang dianggap sebagai tujuan akhir. Insan kamil yang mati dan akan menghadap TuhanNya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam.    
Tujuan sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Tujuan operasinal dalam bentuk instruksional yang dikemabangkan menjadi tujuan instruksinal umum (TIU) dan khusus (TIK), dapat dianggap tujuan sementara dengan sifat yang agak berbeda.
Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. Tujuan pendidikan Islam seolah-olah merupakan  suatu lingkaran kecil. Semakin tinggi tingkatan pendidikannya, lingkaran tersebut semakin besar. Tetapi sejak dari tujuan pendidikan tingkat permulaan, bentuk lingkarannya sudah harus kelihatan. Bentuk lingkaran inilah yang menggambarkan insan kamil itu. Di sinilah berangkali perbedaan yang mendasar bentuk tujuan pendidikan Islam dibandingkan dengan pendidikan lainnya.
Tujuan operasional
Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan opersional. Dalam pendidikan formal tujuan operasional disebut juga tujuan intruksinal yang selajutnya dikembangkan menjadi tujuan intruksional umum (TIU) dan tujuan intruksional khusus (TIK). Tujuan intruksional ini merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam unit-unit kegiatan pengajaran. Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik adalah suatu kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

C.    Konsepsi Islam Tentang Komponen-komponen Pendidikan

4.      Konsepsi Islam Tentang Pendididik
                  Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan pendidik sangat krusial. Pendidik merupakan salah satu faktor utama terlaksananya proses pendidikan. Karena pendidik adalah aktor yang bertanggung jawab terhadap seluruh proses yang terjadi di dalamnmya. Atas dasar tersebut Nata dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam (1997) berpendapat bahwa pendidik merupakan pelaku utama keberhasilan pendidikan. Tinggi rendahnya sumber daya manusia sebuah bangsa sangat ditentukan oleh hasil kerja seorang guru dalam bagaimana mengemas proses pendidikan semaksimal mungkin.
                  Lebih lanjut, Nata (2003) menjelaskan bahwa pendidik adalah faktor utama yang menentukan intensitas keberhasilan pendidikan. Baik buruk hasil pendidikan tergantung pada pendidik itu sendiri. Itulah sebabya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai pendidik. Pendidik mempunyai derajat yang lebih tinggi daripada orang-orang yang tidak berilmu dan orang-orang yang bukan sebagai pendidik.
                  Penghormatan dan penghargaan Islam terhadap orang-orang yang berilmu atau pendidik itu salah satunya terbukti di dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11, yaitu:

... ير فع الله الذ ينوامنكم والذين اوتواالعلم درجات.....{المجادلة :11}
                  Artinya : “Allah akan meninggikan orang-orang yang berilmu di antara kamu dan orang-orang yang diberi pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadalah:11) (Depag. RI, 1993:910).
                 

5.      Konsepsi Islam Tentang Anak Didik
Seperti yang telah dijelaskan di depan, pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara sadar yang diberikan oleh pendidik kepada anak didik sesuai  dengan perkembangan jasmaniah  dan rohaniah ke arah kedewasaan atau terbentuknya generasi intelek yang berakhlak mulia.
Anak didik di dalam mencari nilai-nilai hidup, harus mendapatkan bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci sedangkan alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama anak didik.
Hal tersebut terdapat dalam sabda Nabi Muhammad SAW, yang berbunyi;

ما من مولودالايولدعلى الفطرة فابواه يهودانه اوينصرانه او يمجسا نه {رواه مسلم}  


Artinya:"Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, Majuzi” (H.R.Muslim).

Berdasarkan hadits tersebut, dapat dimengerti bahwa anak yang telah membawa potensi kegamaan (Islam) harus dibimbing perkembangannya terutama ditekankan kepada kedua orang tuanya sebagai pendidik utama dan pertama dalam melaksanakan pendidikan terhadap anak didiknya.
Demikian pula di dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 30:

فاقم وخهك  للدين حنيفا فطرت الله التى فطرالنا س عليها لاتبد يل لخلق الله ذ لك الدين القيم ولكن ا كثرالنا س لايعلمون {الروم:30}

Artinya: “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetapkanlan pada Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut. Tidak ada perubahan bagi fitrah Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S Ar-Rum:30) (Depag. RI., 1993:645).

Dari ayat dan hadits tersebut jelaslah bahwa pada dasarnya anak itu telah membawa fitrah beragama, dan kemudian bergantung kepada para pendidiknya dalam mengembangkan fitrah itu sendiri sesuai dengan usia anak dalam pertumbuhannya.
Di sini juga jelas bagaimana pentingnya peranan orang tua untuk menanamkan pandangan hidup keagamaan terhadap anak didiknya. Agama anak didik yang akan dianut semata-semata bergantung kepada pengaruh orang tua dan alam sekitarnya. Dasar-dasar pendidikan agama ini harus sudah ditanamkan sejak anak didik itu  masih usia muda, karena kalau tidak demikian  kemungkinan akan mengalami kesulitan kelak untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diberikan pada masa dewasa. Sebagaimana pendapat Zuhairini, dkk. (1995:172) bahwa;   

Pendidikan Islam yang ditanamkan pada masa dewasa atau pada masa pubertas, yaitu masa pertumbuhan mengalami perubahan-perubahan besar terhadap fisik, masa  gelisah yang penuh pertentangan lahir batin, masa cita-cita yang beraneka ragam, masa romantik, masa mencapai kematangan seksual, pembentukan kepribadian dan mencari pandangan dan tujuan hidup di dunia dan di akhirat kemungkinan akan mengalami kesulitan total.

Di samping pendapat di atas, Jalaluddin (1962) berpendapat bahwa pendidikan agama bagi anak didik saat masa pubertas sangat penting, karena menurut ahli psikologi, juga ahli agama, anak didik pada masa itu mengalami kesangsian, keragu-raguan. Mereka memang mau tidak mau cendrung kepada hal-hal ketuhanan. Mereka mencari kepercayaan, bahkan kepercayaan yang telah tertanamkan mengalami kegoncangan.
Jika keadaan dan kondisi batin dalam masa pubertas ini tidak mendapatkan bimbingan dan petunjuk yang sesuai dengan akal mereka, dan kalau alam sekitar mereka menunjukkan pula kegoncangan keyakinan atau kepalsuan amal ibadah, benarlah kemungkinan mereka tidak mendapatkan apa yang dicarinya (kebenaran dan keluhuran Allah, keyakinan dan ketaatan). Benih agama yang telah tumbuh kemungkinan membuat sengsara dalam hidupnya, kepercayaan yang telah ada bisa menjadi pasif atau lenyap sama sekali. Jiwa yang telah terisi agama menjadi kosong. Sebaliknya jiwa yang kosong, yang tak pernah mendapat siraman agama, dapat tumbuh dengan subur jika pada masa pubertas ini pendidikan agama ditanamkan kepadanya. Masa ini merupakan masa untuk beralih kepada keinsyafan dan keyakinan abadi.

6.      Konsepsi Islam Tentang Kurikulum
1)      Pengertian Kurikulum
Menurut Al-Khauly dalam Muhaimin (2005:1) menjelaskan bahwa kurikulum identik dengan kata almanhaj yang berfungsi sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujukan tujuan pendidikan yang diinginkan”. Sedangkan menurut Kamil dan Sarhan masih dalam Muhaimin (2005:2) bahwa “Kurikulum lebih ditekankan pada sejumlah pengalaman pendidikan, budaya, social, olah raga dan seni yang disediakan oleh sekolah bagi pserta didiknya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud mendorong mereka untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetatpkan”
Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan acuan atau landasan berpijak dalam pengambilan kebijakan pendidikan. Di samping itu juga kurikulum adalah pengarah pelakasanaan pendidikan yang di dalamanya terdapat sejumlah pengalaman belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Peranan kurikulum dalam pendidikan sangat urgen, karena dapat dikatakan kurikulum adalah kitab sucinya pendidikan.

2)      Ciri Kurikulum dalam Islam
Sebagaimana pendapat al-Syaibany yang dikutip oleh Nata (1997:127) bahwa ciri-ciri kurikulum dalam pendidikan Islam adalah;
a.       Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan dan kandungannya, metode, alat dan tekniknya bercorak agama.
b.      Meluas cakupannya dan menyeluruh kandungannya yaitu kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat pemikiaran dan ajaran menyeluruh.
c.       Bersikap seimbang diantara berbagai ilmu yang dikandung dalam kurikulum yang akan digunakan. Selain itu juga seimbang antara pengembangan individual dan sosial.
d.      Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan oleh anak didik.
e.       Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan dengan minat dan bakat anak didik.  

3)      Prinsip Kurikulum dalam Islam
Kurikulum pendidikan Islam memiliki beberapa prinsip yang harus ditegakkan. Lebih lanjut, al-Syaibani dalam Nata (1997) berpendapat bahwa prinsip-prinsip kuirukulm pendidikan Islam, yaitu;
a)      Prinsip pertautan yang sempurna dengaan agama, termasuk ajarannya dan nilai-nilainya.
b)      Prinsip menyeluruh (universal)  pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
c)      Prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum.
d)      Prinsip perkaitan antara bakat, minat, kemampuan-kemapuan daan kebutuhan pelajar.
e)      Prinsip pemeliharan perbedaan-perbedaan individu di antara para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya.
f)       Prinsip menerima perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat.
g)      Prinsip keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan pengalaman-pengalaman dan aktifitas yang terkandung dalam kurikulum.

D.    Konsepsi Islam Tentang Lingkungan
Zuhairini, dkk. (1995:173) berpendapat bahwa “Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menetukan corak pendidikan Islam, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak didik. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang mempengaruhi pendidikan anak”. Dari pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan sangat besar pengaruhnya dalam memberikan corak kepribadian anak didik. Baik buruk pribadi anak didik juga tergantung pada kualitas lingkungannnya.
Lebih lanjut, Zuhairini, dkk. (1995) menjelaskan bahwa untuk melaksanakan pendidikan Islam di dalam lingkungan ini perlu kiranya diperhatikan faktor-faktor yang ada di dalamnya, seperti perbedaan lingkungan keagamaan anak didik dan latar belakang pengenalan tentang keagamaan. Adapun penjelasan dari kedua faktor terbet adalah;
a.       Perbedaan lingkungan keagamaan anak didik
Yang dimaksud dengan lingkungan ini ialah lingkungan alam sekitar dimana anak didik berada, yang mempunyai pengaruh terhadap perasaan dan sikapnya akan keyakinan terhadap agamanya. Lingkungan ini besar sekali peranannya terhadap keberhasilan atau tidaknya pendidikan agama. Karena lingkungan ini memberikan pengaruh yang positif maupun negatif terhadap perkembangan anak didik.
Adapun lingkungan yang dapat memberi pengaruh terhadap anak didik ini, dapat dibedakan menjadi tiga kelompok ialah:
1)   Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama
                  Kadang-kadang anak mempunyai apresiasi yang tidak antusias, untuk itu ada kalanya berkeberatan  terhadap pendidikan agama, dan ada kalanya menerima agar sedikit mengetahui masalah itu. Dengan kata lain, anak kenderungan apatis terhadap pendikan agama.
2)   Lingkungan yang berpegang teguh kepada tradisi agama, tetapi tanpa keinsyafan batin, biasanya lingkungan yang demikian itu menghasilkan anak-anak beragama yang secara tradisional tanpa kritik, atau dia beragama secara kebetulan.
3)   Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam lingkungan agama.
Bagi lingkungan yang kurang kesadarannya, anak-anak akan mengunjungi tempat-tempat ibadah dan ada dorongan orang tua, tetapi tidak kritis dan tidak ada bimbingan. Sedangkan bagi lingkungan agama yang kuat, kemungkinan hasilnya akan lebih baik dan bergantung kepada baik buruknya pimpinan dan kesempatan yang diberikan.
b.      Latar belakang pengenalan tentang keagamaan
Di samping pengaruh perbedaan lingkungan anak didik dari kehidupan agama, maka timbul suatu masalah yang ingin diketahui anak tentang seluk beluk agama, seperti anak menanyakan tentang siapa Tuhan itu, di mana letak surga dan neraka itu, siapa yang membuat alam ini dan sebagainya.
Masalah-masalah tersebut perlu mendapat perhatian sepenuhnya dari para pendidik (orang tua dan guru agama). Untuk memecahkan masalah ini perlu mengadakan pendekatan terhadap anak didik untuk memberi penjelasan dan membawanya agar anak didik menyadari dan melaksanakan apa yang diperintahkan dan dilarang agama, serta mengerjakan hal-hal yang baik dan beramal saleh. Oleh karena itu, para pendidik baik orang tua, guru dan orang-orang dewasa harus dapat membawa anak didik ke arah kehidupan keagamaan sesuai dengan ajaran agama (Islam) (Zuhairini,1995).
Inilah salah satu tugas para pendidik ialah; menyiapkan anak agar dapat mencapai tujuan hidupnya yang utama, yaitu menyiapkan diri untuk masa yang akan datang. Dengan demikian agar tidak menimbulkan keragu-raguan terhadap anak didik akan agama ini, maka sejak kecil sebelum menginjak usia sekolah harus ditanamkan keagamaan. Sebab anak didik pada saat yang demikian ini dalam keadaaan masih bersih dan mudah dipengaruhi atau dididik. Ia ibarat kertas putih bersih belum ada coretan tinta sedikitpun.

E.     Konsepsi Islam Tentang Lembaga Pendidikan
Menurut Arifin (1991:83) bahwa “Salah satu sistem yang memungkinkan pendidikan Islam berlangsung secara konsisten dan berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuannya adalah institusi atau kelembagaan pendidikan Islam”. Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa lingkungan pendidikan Islam adalah institusi atau lembaga di mana pendidikan itu berlangsung. Suatu lingkungan dapat dikatakan lingkungan pendidikan Islam apabila di dalam lingkungan tersebut terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik (Nata, 1997).
Berbicara tentang lembaga atau lingkungan pendidikan Islam, maka akan menyangkut masalah siapa yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan di dalam lembaga atau ligkungan itu, oleh karena berhubungan dengan hal ini perlu dibicarakan pula tempat-tempat di mana pendidikan itu dilaksanakan.
Pada garis besarnya lembaga atau lingkungan pendidikan Islam itu dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat (Zuahirini, dkk., 1995).
a.       Keluarga.
Lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga lainnya. Di dalam keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang masih muda, karena pada usia-usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya (orang tuanya dan anggota yang lain).
Dalam ajaran Islam telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam sabdanya yang berbunyi:

ما من مولودالايولدعلى الفطرة فابواه يهودانه اوينصرانه او يمجسا نه      {رواه مسلم}  


Artinya:"Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, Majuzi” (H.R.Muslim).

Berdasarkan hadits tersebut, jelaslah bahwa orang tua memegang peranan penting dalam membentuk kepribadian anak didik. Anak dilahirkan dalam kedaan suci, adalah menjadi tanggung jawab orang tua untuk mendidiknya. Di sinilah letak tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anaknya, karena itu adalah amanat Allah yang diberikan kepada kedua orang tua yang kelak akan diminta pertanggung jawaban atas pendidikan anak-anaknya.
Pendidikan Islam dalam keluarga ini sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian anak didik, karena itu suasana pendidikan yang telah dialaminya pertama-tama kan selalu menjadi kenangan sepanjang hidupnya. Pendidikan Islam di dalam keluarga ini diperlukan pembiasaan dan pemeliharaan dengan rasa kasih sayang dari kedua orang tuanya terutama. Hal ini adalah wajar  karena masa kanak-kanak orang tuanyalah yang memegang peranan penting dalam pendidikan, sebagai akibat adanya hubungan darah. Orang tua yang menyadari akan m endidik anaknya ke arah tujuan pendidikan Islam, yaitu anak  dapat berdiri serndiri dengan kepribadian Muslim.
b.      Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesudah keluarga, karena makin besar kebutuhan anak, maka  orang tua menyerahkan tanggung jawabnya sebagian kepada lembaga sekolah. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak. Sekolah memberikan pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga (Arifin, 2003).
Tugas guru dan pemimpin sekolah di samping memberikan ilmu pengetahuan-pengetahuan, keterampilan, juga mendidik anak beragama. Di sinilah sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak didik.
Pendidikan budi pekerti dan keagamaan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah haruslah merupakan kelanjutan, setidaknya-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga.
Bagi setiap muslim yang benar-bener beriman dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam, mereka berusaha untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah yang diberikan pendidikan agama, atau ke sekolah umum yang memberikan pendidikan umum secara terpisah pada jam-jam tertentu.
Dalam hal ini mereka mengharapkan agar anak didiknya memiliki kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam atau dengan kata lain berkepribadian muslim. Yang dimaksud dengan kepribadian muslim adalah kepribadian yang seluruh aspeknya baik tingkah lakunya, kegiatan jiwanya maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan, penyerahan diri kepada-Nya (Marimba, 1982).
c.       Masyarakat
Lembaga pendidikan masyarakat  merupakan lembaga pendidikan yang ketiga sesudah keluarga dan sekolah. Pendidikan ini telah dimulai sejak anak-anak untuk beberapa jam sehari selepas dari asuhan keluarga dan berada di luar sekolah./ Corak ragam pendidikan yang diterima anak didik di masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala aspek baik pembentukan kebiasaan, pembentukan kesusilaan dan keagamaan (Zuhairini, 1995).
Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini boleh dikatakan pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan dengan tidak sadar oleh masyarakat. Dan anak didik sendiri secara sadar atau tidak mendidik dirinya sendiri, mencari pengetahuan dan pengalaman sendiri, mempertebal keimanan serta keyakinan sendiri akan nmilai-nilai kesusilaan dan keagamaan di dalam masayarakat. Lembaga-lembaga pendidikan yang ada di masyarakat ikut langsung melaksanakan pendidikan tersebut. Di dalam  masyarakat terdapat beberapa lembaga atau perkumpulan atau organisasi, seperti  organisasi pemuda (KNPI, Karang Taruna), organisasi kesenian (sanggar tari, perkumpulan musik), pramuka, olah raga, keagamaan dan sebagainya. Lembaga-lembaga tersebut membantu pendidikan dalam usaha membentuk pendidikan seperti: membentuk sikap, kesusilaan, dan menambah ilmu pengetahuan di luar sekolah dan keluarga.
Oleh karena itu, bagi anak-anak didik Islam, sudah sewajarnya mereka masuk lembaga-lembaga pendidikan masyarakat yang berdasarkan ajaran Islam. Hal ini dapat dimengerti , karena dengan organisasi yang berdasarkan Islam itu anak didik akan mendapatkan  pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Memang dalam beberapa hal dibenarkan mereka masuk organisasi-organisasi yang bukan berdasarkan Islam seperti kesenian dan olah raga, hanya saja yang demikian itu harus dijaga dan dipelihra pengaruh-pengaruh yang bersifat negatif yaitu menjauhkan diri dari nilai-nilai ajaran Islam.                     

D.    Penutup

Dari keseluruhan wacana di atas, dapat ditarik sebuah konklusi bahwa pendidikan merupakan usaha sungguh-sungguh dalam pembentukan manusia yang berkualitas yang sesuai dengan tuntutan tujuan yang telah ditetapkan. Apabila dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka pendidikan merupakan usaha umat Islam dalam mencetak intelek yang ulama’ dan ulama’ yang intelek yang secara kualitas mempunyai kedalaman IMTAQ dan IPTEKS. Memang sangat logis apabila pendidikan menempati posisi strategis dalam peradaban  manusia. Intensitas keberhasilan peradaban manusia tergantung kualitas pendidikan. Bila pendidikan suatu bangsa amburadul dapat dipastikan bangsa tersebut selalu berada pada titik nadir, alias tidak maju. Sebaliknya, apabila suatu bangsa mempunyai kualitas pendidikan yang terjamin dapat dipastikan pula bangsa tersebut akan menjadi bangsa yang kuat. Termasuk dalam Islam, apabila umat Islam mempunyai kualitas pendidikan yang terjamin maka umat Islam tidak akan selalu  terpuruk seperti selama ini yang terjadi.
Pendidikan Islam akan berkualitas apabila komponen yang menyangganya juga kuat, baik aspek pendidik, anak didik, kurikulum, lingkungan dan lembaga pendidikan. Di samping itu juga, Al-Qur’an dan Sunnah sebagai penuntun arah harus senantiasa dipegang, karena Al-Qur’an dan Sunnah adalah ruh dalam pelakasanaan pendidikan Islam. Semua komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Ibarat sebuah rumah yang apabila kehilangan satu penyangganya tentu tidak akan kokoh dan suatu saat pasti akan ambruk. Apabila ingin maju sebuah pendidikan harus dipastikan semua komponen yang ada terjamin kualitasnya agar proses pendidikan yang akan dilalui juga dapat produktif dan kondusif.  Apabila hal itu terpenuhi, pada akhirnya hasil posisif yang akan diterima adalah terciptanya manusia yang berkualitas yang dapat diandalkan.Kalau memeng begitu adanya, kenapa umat Islam tidak pernah mau berbuat?

 

 


DAFTAR PUSTAKA


Arifin, Muhammad. 1991. Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi Aksara

Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Isla. (Edisi Revisi). Jakarta: PT Bumi Aksara

Darajat, Zakiah, dkk.. 2000. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara
Depag. RI. 1993. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta
Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Khallaf, Muhammad Abdul. 2000. Kaidah-kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushulul Fiqh. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Marimba, Ahmad D. 1982. Pengantar Filsafat Pendidikan Islama. Bandung: Al Ma’arif

Muahimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
_______. 2003. Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media

Soebahar, Abdul Halim. 2002. Wawasan Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia

Zuhairini, dkk.. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara



Syarat-syarat untuk menjadi pendidik
      1.Takwa kepada Allah sebagai syarat menjadi guru
      2. Berilmu sebagai syarat untuk menjadi guru
      3. Sehat jasmani  sebagai syarat menjadi seorang guru
      4.Berkelakuan baik sebagai syarat  menjadi  seorang guru

 

3)      Ijtihad
“Ijtihad adalah istilah para  fuqaha, yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yangt dimiliki oleh ilmuan syariat Islam untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari’at Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah” (Darajat, dkk., 2000:21). Sejalan dengan pendapat tesebut, Khalaf dalam bukunya yang berjudul Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushul fiqh (2000:348) berpendapat bahwa “Ijtihad adalah mencurahkan daya kemampuan untuk menghasilkan hokum syara’ dari dalil-dalil syara’ secara terinci”.
Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah. Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para mujtahid tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan Sunnah tersebut. Karena itu ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hokum Islam yang sangat dibutuhhkan sepanjang masa setelah Rasul wafat. Sasaran ijtihad ialaha segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan, yang senantiasa berkembang. Ijtihad bidang pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, terasa semakin urgen dan mendesak, tidak saja di bidang materi atau isi, melainkan juga di bidang system dalam arti yang luas.
Sebagaimana pendapat al-Syaibany yang di kukutip oleh Jalaluddin (2001:80) bahwa titik tolak sangat diperlukannya ijitihad adalah kehidupan manusia yang dinamis dengan segala seprmasalah hidup yang kian dinamis pula. Bgitu pula di dalam dunia pendidikan Islam yang kian hari kian komplek permasalahan yang dihadapi.
Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori pendidikan baru yang merupakan hasil ijtihad harus dikaitkan dengan ajaran Islam dan kebtuhan hidup. Dengan kata lain, asas yang harus dipegang dalam ijtihad adalah asas pleksibelitas, sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat dengan tetap memperhatikan maslahat dan mudharatnya.
 Atas pertimbangan di atas, Darajat, dkk. (2000:22), berpendapat bahwa ijtihad dalam bidang pendidikan ternyata sangat perlu karena ajaran Islam yang terdapat dala Al-Qur’an dan Sunnah adalah bersifat pokok-pokok dan prinsip-prinsip yang bersifat umum. Bila ada yang agak terperinci, maka perincian itu adalah sekedar contoh dalam menerapkan yang prinsip itu. Selama peradaban umat Islam senantiasa ajaran Islam berkembang melalui ijtihad yang dituntut oleh perubahan situasi dan kondisi social yang tumbuh dan berkembang pula. Dengan kata lain, pergantian dan perbedaan zaman terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang bermuara kepada perubahan kehidupan social telah menuntut ijtihad untuk dilakukan.
Adapun salah satu sunnah Nabi yang menjelaskan tentang pendidikan terdapat dalam haditnya, yaitu;


Artinya; “Sesungguhnya orang mukmin yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepa hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka dia akan beruntung dan memperoleh kemenangan” (Shahih Bukhari-Muslim)
Dari hadits di atas dapat ditemukan relavansi bahwa di  antara sifat orang mukmin ialah saling menasehati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam (Zuhairini, 1995:54).

My Family

My Family
Kunjungan Dosen Native Speaker dari Sudan

My Duty

My Duty
Pelatihan Model Pembelajaran